Wijkmeester Tionghoa Tarutung 1916-1932 Yoe Kim Lay sahabat Masyarakat Batak

Rp89.000

Sejarah memang perjuangan melawan lupa, terlebih bagi orang Tionghoa peranakan. Bahkan meski meninggalkan dokumen tertulis, atas nama politik, terkadang harus “ditiadakan”. Konon pula, mereka yang hanya meninggalkan cerita lisan. Namun, setiap orang pada dasarnya punya hak untuk menulis, atau diriwayatkan secara tertulis. Tentu jika sejarah hidup orang itu punya jejak inspiratif bagi orang lain. Yoe Kim Lay (1861-1948), seorang peranakan Tionghoa Batak kelahiran Padangsidempuan, 2 Januari 1861, salah satunya.

Ia lahir di tengah keluarga miskin, tak pernah menikmati sekolah. Pada 1887, ia mengadu nasib ke Tarutung sebagai kuli angkut barang, menyusuri jalan parlanja sira (pengangkut garam) Sibolga-Tarutung yang berjarak 60-an km. Namun, ia dikenal sebagai pekerja keras, gigih, hemat, dan pintar bergaul. Ia fasih berbahasa Batak karena ibunya boru Nasution, juga bahasa Melayu pasar, Jawa, dan mengerti bahasa Belanda. Kombinasi itu membuatnya dipercaya pemerintah kolonial sebagai Aanemer Transport (1891), kontraktor pembangunan jalan Sibolga-Tarutung (1914-1919), diangkat sebagai Wijkmeester der Chinezen Tarutung (1916-1932), mendapat penghargaan jam berlapis emas dari Ratu Emma (1919), dan mendapat hak erpacht untuk mengelola Rubber Onderneming Yoe Kim Lay di Parsingkaman.

Bisnisnya pun moncer. Ia punya toko Provision en Drunken (1900), khusus untuk orang-orang Eropa, dan punya Hotel Silindoeng (1915). Sebagai pengusaha kontraktor, ia ikut andil dalam pembangunan infrastruktur pertokoan, perumahan orang Eropa, gedung perkantoran, hingga gedung penjara di Kota Tarutung. Untuk komunitas Tionghoa Tarutung, ia berkontribusi membangun kuburan bagi orang Tionghoa (sentiong) pada 1901.

Namun, zaman malaise (1930) mengakhiri riwayat kemasyhuran usaha dagangnya. Harta bendanya ludes untuk membayar pajak ke kas pemerintah kolonial. Tahun 1933, ia memilih menjadi penginjil, berjalan kaki dari Parsingkaman, Hubu, Poriaha hingga Barus. Ia dan keluarganya dibaptis pada Desember 1930 di HKBP Pearaja. Ia wafat di Sibolga pada 25 Agustus 1948.

Di Tapanuli Utara, juga Kota Tarutung, siapa pernah mendengar namanya?

Klik di sini untuk masuk akun Kompas.id & lakukan pembelian.

SKU: KOIDRTLPBKBKU56000000 Categories: , ,

Additional information

Weight 0.7 kg
Dimensions 15 × 23 cm
ISBN

978-623-346-420-8

Penerbit

Penerbit Buku Kompas

Penulis

J. Anto

Tanggal Terbit

2021

Jumlah Halaman

240

Ukuran

14 x 21 cm

Reviews

There are no reviews yet.

Only logged in customers who have purchased this product may leave a review.